BIAR ALLAH MENOLONG DENGAN CARANYA
Ramadhan 1434 H,
dalam sebuah perjalanan sepulang dari kantor. Di tengah perjalanan, saya
dikejutkan dengan lambaian tangan seorang wanita yang tengah berjalan kaki
sambil menggendong seorang anak laki-laki. sedikit mendadak, laju motor berhasil saya hentikan sekitar sepuluh meter
melewati perempuan itu. dengan agak tergopoh dia berlari kecil mendekati saya.
"Bu, numpang sampai pom bensin depan bisa?". Sambil terengah wanita
itu menyampaikan maksudnya. Tanpa pikir panjang, saya segera mengangguk setuju.
Wanita tersebut
naik motor saya. Motor saya lajukan pelan karena kondisi jalan padat merayap.
Beberapa waktu kami tenggelam dalam kebisuan. "Kalau ibu tidak melewati
pom bensin depan, tidak apa saya diturunkan. Nanti saya jalan lagi saja,"
dengan logat Jawa yang kental, perempuan tadi berusaha memecah kesunyian di
tengah hiruk pikuk kendaraan. Saya pun menimpali dengan mengatakan bahwa saya
melewati pom bensin depan.
Pembicaraan pun
berlanjut. Dia menanyakan dari mana saya berasal, sedang menuju ke mana dan
lain sebagainya. Kami terlibat dalam perbincangan sederhana yang datar-datar
saja awalnya. Ketika tiba giliran saya bertanya tentang dia, tiba-tiba dia
kembali membisu sebelum akhirnya bercerita tentanh dirinya.
Wanita yang tidak
sempat saya kenal namanya tersebut berasal dari Bojonegoro. Dia ke Surabaya
untuk menemui suaminya. Setahun yang lalu, wanita tersebut meninggalkan
suaminya yang tengah bekerja di Surabaya karena harus melahirkan anak mereka di
kampung. Besarnya biaya hidup di kota besar, membuat keputusan berat terambil.
Dia bertugas membesarkan anak di desa sementara suami berjibaku dengan
pekerjaan demi menafkahi keluarga.
Namun, sejak kelahiran
putra pertama mereka, sang suami hanya pulang sekali menengok keadaan si kecil.
Belakangan suaminya sudah tidak bisa dihubungi sama sekali. Telepon pun tidak
aktif. Sang istri khawatir terjadi sesuatu dengan suaminya. Dengan terpakasa,
si kecil yang belum genap berusia setahun, diajak ke Surabaya menemui ayahnya.
Betapa kaget
bukan kepalang, ketika sampai di kos yang dulu mereka tempati berdua, sang
suami sudah tidak di tempat. Berdasarkan keterangan ibu kos dan tetangga
sebelah, suaminya sudah pindah beberapa bulan lalu, dengan istri barunya.
Serasa disambar petir, wanita tersebut lemas dan hanya bisa menangis. Bahkan
saya yang mendengar ceritanya masih bisa merasakan kesedihan yang tertahan di
balik suaranya yang terbata-bata.
Wanita itu juga
menuturkan, dia menuju area pom bensin itu untuk mencari tetangga kampungnya
yang tinggal disana. Sepertinya hendak meminjam uang untuk pulang kampung. Dari
situlah saya tau, bahwa dia nekat mencari tumpangan karena bekal sudah habis.
Sempat saya suudzon, apakan ini modus penipuan seperti yang sering terjadi.
Mengaku kehabisan bekal dan minta sejumlah uang.
Mengingat ini
Ramadhan, saya berniat memberinya beberapa rupiah untuk ongkos pulang. Dalam
hati saya berkata, kalaupun dia berbohong, tak apalah. Toh saya tak akan mau di
posisi dia walaupun dapat dengan mudah meminta belas kasih orang dengan menipu.
Sesampai di
tempat yang dimaksud, wanita ini langsung turun dan mengucapkan terima kasih.
Dengan segera saya mengeluarkan sejumlah uang. Tidak disangka rona wajah yang
tadi saya lihat tersenyum sambil terima kasih, mendadak memerah dan berlingang.
Dengan terbata dia mengatakan, "tidak bu, saya tidak meminta-minta."
Ketika saya coba memaksa menerima uang itu, dia malah berlari menerobos laju
kendaraan di jalan raya untuk menyeberang.
Hati saya
langsung teriris. Astagfirullah, saya sudah berburuk sangka kepadanya.
Tiba-tiba terngiang di telinga saya, sepenggal ceritnya yang tadi sempat saya
abaikan karena sibuk dengan prasangka. "Semoga saja. tetangga saya ketemu.
Kala tidak biarlah Allah menolaong saya dengan caraNya. Kalau memang harus
jalan kaki pulang, ya saya jalan, Bu".
Bayang-bayang
wajah berlinangnya, dan wajah putranya yang melihat saya saat sang ibu berlari
menjahui saya, seolah tak bisa hilang dari kepala ini.
Subhanallah,
sepanjang sisa perjalanan saya hanya bisa beristighfar menyesali prasangka
kotor tadi. Dan saya juga hanya bisa berdoa semoga Allah SWT memberi kekuatan
dan jalan keluar terbaik bagi wanita tersebut.
Saudaraku, sebagai
manusia yang lemah, kerap kita menghadapi kesulitan hidup. Entah itu kesulitan
ekonomi, sakit atau masalah keluarga. Tidak sedikit yang menyerah di tengah
jalan dan berbelok ke arah yang tidak dibenarkan agama. Ada yang melampiaskan
dalam balutan kemaksiatan ketika kesempitan melanda. Ada pula yang mundul
teratur dari medan juangnya, ketika sunattullah kesulitan itu datang. Benar
bahwa kita adalah makhlukNya yang lemah. Tapi ketika kelemahan itu disandarkan
hanya kepada Yang Maha Kuat, maka kitapun akan menjadi pribadi yang kuat.
Tanpa sadar, sang
ibu pembonceng tadi sedang mengajarkan kepada saya dan Anda bahwa sungguh kita
masih punya Allah SWT untuk bermohon. Kata-kat beliau "Biarlah Allah yang
menolong saya dengan caraNya", adalah pelajaran Tauhid yang luar biasa
bagi kita semua.
Tentang
bergantung hanya kepada Allah SWT. Bahwa kasih sayang Allah lebih berharga dari
apapun. Tutur beliau menjadi begitu menghujam di hati kita, lantaran
disampaikan oleh orang yang sedang mengalami episode nadir dalam hidupnya. Yang
berangkali bila kita mengalami, mungkin saja hati dan lisan kita lebih banyak
meratap dan berputus asa dibanding menyerahkan pertolongan dari Allah semata.